
kemrin pada hari sabtu adalah hari liburan saya, kemalino, dimana untuk mencapai kota bunga ini
harus melewati sebuah kampus di bilangan jalan saumata, dimana tepat didepan kampus ini saya
mendapati keramaian yang tidak biasanya ada di kampus tersebut, saya membatin, ini ada apa?
lalu senin ini saya kembali beraktifitas seperti biasa dimana malam harinya saya berjibaku dengan FB,sebuah media sosial yang saya pakai untuk media promosi dan marketing buat kerjaan, dimana pada media sosial ini
saya mendapat kabar bahwa, dibilangan kampus yang saya lewati pada saat liburan terjadi masalah antara mahasiswi dan wakil dekan III sebuah fakultas di kampus islam tersebut
dalam batin yang tergelitik rasa ingin tahu khas pengacara, saya lalu mencari informasi dan berita
mengenai masalah antara mahasiswa dan wakil dekannya tersebut, yang ternyata menurut salah satu berita
sang mahasiswi merasa telah dilecehkan, oleh sang wakil dekan, dengan cara digoda, dan dikode-kode oleh sang wakil dekan
naluri mahasiswa hukum yang dicampur naluri pekerja hukum kemudian memaksa saya mencari makna dari kejadian yang terberitakan oleh media onlie ini, saya mencoba mencari-cari makna dari kejadian ini khusunya makna dari pemberian embel-embel cabul pada seorang pendidik
saya lalu menemukan bahwa cabul adalah sebuah kata yang dapat di analisis menggunakan
berbagai macam interpretasi guna menemukan maksud dan makna dari kata cabul itu sendiri dimana secara konvensionalkata cabul dapat ditemukan maknanya dalam kamus besar bahasa indonesia yang mendefinisikan kata cabul sebagai kejidan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan) sedangkan kata susila berarti baik budi bahasanya; beradab; sopan dimana kata cabul ini ber konotasi dengan kata me·le·ceh·kan v memandang rendah (tidak berharga); menghinakan; mengabaikan; pe·le·ceh·an n proses, perbuatan, cara melecehkan: seorang hakim harus bertindak bijaksana supaya tidak terjadi ~ hukum
sedangkan dalam ilmu hukum kata cabul mengandung makna Menurut R. Soesilo dalam penjelasan Pasal 289 KUHP, yang dimaksudkan dengan cabul adalah segala perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, (maaf) misalnya cium- ciuman, maraba- raba anggota kemaluan, maraba-raba buah dada dan sebagainya, sedangkan pelecehan sendiri tidak dikenal dalam KUHP,
hmm...
nampaknya aktifitas menggoda yang dilakukan oleh laki-laki terhadap seorang wanita tidak masuk dalam rangkaian makna cabul maupun pelecehan, kecuali diluar surat yang dibuat mahasiswi itu dijelaskan terdapat detil kejadian lain, yang dapat disebut sebagai sebuah pelanggaran susila atau norma sosial,
nampaknya setelah membaca surat sang mahasiswi yang dilansir dari sebuah berita on-line, yang menyebut tangannya dipegang dan merasa digoda oleh dosen yang membimbingnya, terlihat bahwa pelecehan ini adalah opini dari penulis surat yang mendefinisikan godaan dari lelaki kepada wanita adalah sebuah pelecehan, dan berbasis pada aturan moral yang diyakininya bahwa dosen tidak boleh menggoda mahasiswi,
pada kenyataannya menggoda adalah upaya lelaki atau wanita memikat lawan jenis dimana perbuatan ini adalah tidakan alami
ketika seseorang mencari pasangan dan mencoba menggoda lawan jenisnya, selama dalam batasan wajar dan tidak masuk delik dalam KUHP tentunya
yang aneh bagi saya dalam kejadian rame-rame di kampus ini adalah mengapa tidak ada yang menempuh jalur hukum saja, atau jalur damai, dari pada ramai-ramai terus-terusan, saling serang lewat media dan berujung pada keributan
bagi pak dosen. kalau merasa tidak melakukan tindak pelecehan dalam norma sosial dan pencabulan dalam norma hukum yah lapor lah, penecmaran nama baik,
bagi mahasiswi yang merasa perbuatan dosennya sudah masuk pelecehan seksual dan pencabulan yah laporlah kepolisi
jika kepentingannya adalah pencarian kebenaran
biarkan kasus diselidik dan disidik, oleh penyidik, apakah perbuatan itu masuk aktegori perbuatan pencabulan atau bukan, pernyataan dirinya dilecehkan oleh oknum dosen apakah masuk pencemaran nama baik atau bukan
karena pak rektor bukan penyidik PPNS, dan media bisa jadi hakim yang terlalu adil atau lalim ketika membangun opini, dimana hukuman paling beratnya adalah opini.
jika kepentingannya adalah politis
biarkan saja bergulir begini
itu saja dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar